Kebijakan Aplikatif Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)

Main Article Content

Nanda Ivan Natsir

Abstract

Peningkatan jumlah perdagangan orang di beberapa wilayah negara Asean terutama Indonesia yang memiliki penduduk terbesar ke-empat dunia pula dipicu oleh perkembangan teknologi sebagai basis operasional organized crime, mendorong Pemerintah Indonesia untuk memproteksi melalui pengaturan hukum yang lebih spesifik dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah, bagaimana bentuk penanggulangan tindak pidana perdagangan orang (Trafficking) oleh Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, dan apa saja kendala- kendala yang dihadapai oleh Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat dalam penanggulangan tindak pidana perdagangan orang (Trafficking).Metode penelitian digunakan adalah penelitian hukum empiris, maka teknik analisis data yang dipergunakan adalah metode kualitatif.


Bentuk-bentuk tindak pidana perdagangan orang berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 yaitu: Pertama, Proses perekrutan eksploitasi seksual (prostitusi) dilakukan melalui pemberian pengaruh terhadap korban dan kelurga maupun masyarakat dengan menawarkan pekerjaan yang menguntungkan pada tempat tujuan, kemudian membuat keterikatan agar korban melakukan cara-cara yang diluar kesepakatan dan tidak bisa kembali dengan mudah ke tempat asal. Kedua, Perdagangan anak sebagai pekerja dengan memanfaatkan keterbatasan fisik dan psikologis anak untuk memenuhi tenaga kerja kasar. Ketiga, perdagangan anak melalui adopsi (pengangkatan anak) yaitu dengan memanfaatkan keterbatasan pengetahuan orang tua asli, hanya memenuhi beberapa persyaratan yang belum menjamin kepastian hukum, seperti dengan hanya menggunakan akta notaris tanpa putusan pengadilan. Keempat, Perekrutan melalui pernikahan dan pengantin pesanan yaitu perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk mengambil perempuan dan membawa ke wilayah lain yang sangat asing serta perkawinan untuk memasukkan perempuan kedalam rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik yang sangat eksploitatif bentuknya, juga pengantin pesanan yang merupakan pernikahan paksa dimana pernikahannya diatur orang tua


Kendala-kendala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, dalam penanggulangan tindak pidana perdagangan orange yaitu kendala dalam aspek struktur hukum (penegak hukum), sarana atau fasilitas pendukung, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Kendala struktur hukum (penegak hukum) yaitu berkaitan dengan kemampuan penegak hukum dalam memahami substansi hukum, pembacaan modus operandi, kerjasama lintas sektor dan mentalitas penegak hukum. Kendala sarana atau fasilitas pendukung yaitu berkaitan dengan penunjang operasionalisasi yang meliputi anggaran pencegahan, ketersediaan sistem dan instrumen kerjasama lintas sekto. Faktor masyarakat yaitu kesadaran hukum masyarakat dalam bekerjasama untuk menginformasikan lebih awal agen-agen pencari kerja dan kesadaran masyarakat untuk mengetahui bentuk-bentuk perdagangan orang. Faktor kebudayaan yaitu sistem pengetahuan lokal sangat dipengaruhi oleh budaya, dalam budaya masyarakat yang patriarki, masih terdapat diskriminasi gender.

Article Details

How to Cite
Natsir, Nanda Ivan. 2019. “Kebijakan Aplikatif Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)”. JATISWARA 34 (1):59-70. https://doi.org/10.29303/jtsw.v34i1.197.
Section
Articles