Problematika Sertipikat Hak Atas Tanah Sebagai Keputusan Tata Usaha Negara
Main Article Content
Abstract
Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, pokoknya menyatakan: pendaftaran tanah adalah demi kepastian hukum dimana dalam perkembangannya, sertipikat hak atas tanah tak hanya berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat, namun juga bernilai ekonomis tinggi karena dapat dilekati hak accessoir semisal Hak Tanggungan. Sertipikat Hak Atas Tanah tak hanya mengandung kaidah hukum perdata mengenai eksistensi subyek dan obyek hak atas tanah, melainkan juga kaidah hukum administrasi mengenai pengakuan dan aspek legal formal hak atas tanah. Problematika keabsahan sertipikat hak atas tanah dalam penegakan hukum administrasi umumnya berkaitan dengan 3 hal, yakni kewenangan penerbitan, prosedural penerbitan, serta kebenaran substansial. Persoalan yang muncul/berpotensi muncul pasca disahkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014, adalah reposisi dan kajian mengenai telah tepatkan sertipikat menjadi obyek dalam sengketa administrasi pertanahan? Disahkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014, juga berdampak pada perkembangan sengketa administrasi pertanahan, sehingga tak hanya berkenaan dengan gugatan keabsahan sertipikat hak atas, tapi juga aspek lain: sengketa pengadaan tanah serta putusan penerimaan permohonan yang berkaitan dengan administrasi pertanahan. Hal ini menimbulkan gagasan untuk menyelesaikan sengketa tersebut secara terpadu dan holistik di satu pengadilan khusus.
Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, pokoknya menyatakan: pendaftaran tanah adalah demi kepastian hukum dimana dalam perkembangannya, sertipikat hak atas tanah tak hanya berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat, namun juga bernilai ekonomis tinggi karena dapat dilekati hak accessoir semisal Hak Tanggungan. Sertipikat Hak Atas Tanah tak hanya mengandung kaidah hukum perdata mengenai eksistensi subyek dan obyek hak atas tanah, melainkan juga kaidah hukum administrasi mengenai pengakuan dan aspek legal formal hak atas tanah. Problematika keabsahan sertipikat hak atas tanah dalam penegakan hukum administrasi umumnya berkaitan dengan 3 hal, yakni kewenangan penerbitan, prosedural penerbitan, serta kebenaran substansial. Persoalan yang muncul/berpotensi muncul pasca disahkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014, adalah reposisi dan kajian mengenai telah tepatkan sertipikat menjadi obyek dalam sengketa administrasi pertanahan? Disahkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014, juga berdampak pada perkembangan sengketa administrasi pertanahan, sehingga tak hanya berkenaan dengan gugatan keabsahan sertipikat hak atas, tapi juga aspek lain: sengketa pengadaan tanah serta putusan penerimaan permohonan yang berkaitan dengan administrasi pertanahan. Hal ini menimbulkan gagasan untuk menyelesaikan sengketa tersebut secara terpadu dan holistik di satu pengadilan khusus.