Pengaturan Kepariwisataan Halal Di Nusa Tenggara Barat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015
Main Article Content
Abstract
Penelitian ini dilatar belakangi oleh prolifersai kewenangan Pemerintahan Daerah dalam membentuk Peraturan Daerah sangat luas tidak diiringi oleh fungsi sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang optimal. Masing-masing pihak memiliki argumen yang kuat dalam mempertahankan suatu peraturan bernuansa agama. Akibatnya melahirkan situasi hukum yang serba multitafsir, konfliktual dan tidak taat asas yang pada ujungnya menciptakan tidak harmonisnya antara satu peraturan dan peraturan yang lain. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif lebih mengutamakan studi pustaka (library research) dengan fokus kajiannya asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum dan sejarah hukum, penelitian ini juga bersifat deskriptif. Penelitian ini berkesimpulan bahwa, pertama, desentralisasi pengaturan kepariwisataan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 memberikan kewenangan kepada pemerintahan daerah dalam membentuk produk hukum sangat luas. Kedua, Pemerintahan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat kurang memperhatikan prinsip dan asas lex superior derogat legi inferiori dalam pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pariwisata Halal, hal ini terlihat dari materi yang diatur dalam Perda tersebut bernuansa agama, padahal agama adalah urusan absolut pemerintah pusat.